Write. Anywhere. Anytime.

Sabtu, 29 Desember 2012

Long December

Ini tentang kisah aku dan sahabatku, Hermy. Iya. Lengkapnya Hermy Yustina. Tentang betapa jauhnya perjalanan cerita kami berdua di bulan itu.

Semula, tidak pernah terpikirkan olehku jika Desember saat itu ( Desember tahun lalu - 2011 ) akan menjadi waktu - waktu tersulit untukku. Berjuta problema dan kepedihan terus datang menghimpit di celah - celah hariku. Bagai satu serangan yang menghantamku bertubi - tubi.

Awalnya, kepahitan itu muncul menyeruak di awal - awal Desember. Sebuah skenario - drama sukacita yang disusun sempurna - saat itu berubah menjadi cerita terburuk untuk diriku  pribadi. Bagaimana tidak? Tadinya aku berpikir jika aku dapat bersama dengan orang yang menciptakan harapan palsu tersebut. Tapi, betapa sakitnya aku ketika kusadari semua itu tak akan mungkin terjadi.

Berlama - lama aku terpuruk dan menahan kesakitan, terus menyiksa diri dengan berpura - pura tegardan menyembunyikan air mata. Berharap setiap usahaku dapat menciptakan sebuah tameng diri yang mampu menguatkanku. Tapi ternyata, semuanya sia - sia. Apa yang kuupayakan justru semakin membuatku tertekan. Terlebih saat kuketahui setumpuk masalah lainnya telah menanti di hadapanku.

Masalah pekerjaan.

Aku semakin buta untuk mengatasi segalanya. Aku tidak dapat berangkat sehingga aku hanya mampu tersudut dan menangisi akan apa yang sedang kuderita.

Tapi, di momen berikutnya, segala problema itu membuatku menyadari bahwa aku tak sepenuhnya sendiri. Aku bukanlah satu - satunya orang yang mengalami sebentuk kepahitan. Sahabatku itu, Hermy, juga merasakan satu hal yang sama.

Diceritakannya kepadaku jika selama ini ia benar - benar tertekan pada segala peraturan yang membelenggunya. Tentang betapa sulitnya ia menjalani seluruh konsekuensi yang membelitnya di tempat kerja. Ia seperti tertekan, terbebani seperti yang kurasakan. Di samping itu pula, keputusannya untuk resign menjadi satu - satunya pilihan yang tersisa.

Ia senang, namun di satu sisi ia tidak merasa bahagia. Desember seolah - olah kado terburuk yang menghancurkan ulang tahunnya. Tanpa keberadaan kekasih atau seseorang yang spesial, tanpa kekentalan suasana sukacita. It was totally incomplete.

Dari momen itulah yang kemudian membuat kami sepenuhnya menyadari betapa beratnya penghujung tahun ini. Meski begitu, semua belum berakhir. Perih ini harus segera dituntaskan.

Dulu, aku ingat.. kami pernah berbagi rasa lewat lagu - Back to December milik Taylor Swift. Sebuah lagu yang membuat kami terus mengenang masa - masa pahit nan menyedihkan di waktu itu. Bahkan sampai sekarang, dua di antara kami tak akan pernah lupa segala cerita silam yang telah terjadi cukup lama itu.



Oleh segala keoptimisan dan upaya kami, pada akhirnya Tuhan pun membalaskan semuanya dengan setimpal. Cerita buruk itu terselesaikan berbarengan dengan keputusan tepat yang kami pilih.

Aku tidak penah menyesal karena sempat berada pada masa - masa kritis di waktu itu. Aku juga tidak pernah menyesal telah menitikkan air mata karena semua itu membuatku kuat pada akhirnya.

Dan untuk kisah Long December ini, khusus kupersembahkan kepada sahabatku, Hermy Yustina.
I never regret anything how we made this friendship. :")


Natal Ini, Aku Kembali...

Kutelusuri lagi jalanan ini. Menjejakkan kedua kakiku di setiap ruas jalan lokasi yang tidak dapat kulupakan. tempat yang menjadi saksi jujur akan kenangan - kenanganku di sini.



Ini bukan cerita mengenai siapa yang kutemukan atau siapa yang mendapatkanku. Tapi, ini tentang kisah  bagaimana aku berada dalam situasi tersulit demi mempertahankan segenap ambisiku.

Aku pergi ke suatu tempat yang belum pernah kujangkau sebelumnya. Melakukan hal menyenangkan. Menuntaskan pekerjaan. Serta berjelajah dan terus menemukan apa yang hendak kucari. Sesuatu yang dinamakan dengan kebahagiaan.

Aku bahagia dapat berada di tempat itu. Semua itu bagaikan kesenangan tanpa batas yang mungkin tidak dapat kuraih di tempat lain. Bahagia, sedih, jatuh, terpuruk dalam satu masa. Seperti satu kitab pembelajaran yang mengajarkanku kedewasaan sekaligus.

Bagaimana aku berada di sana mungkin tidak dapat kuperinci dengan jelas. Rasanya terlalu panjang untuk kujabarkan satu per satu. Yang kutahu hanyalah : aku menikmati setiap seluk beluk kota Yogyakarta yang kerap mengantarkan kehangatan. Arteri bangunan unik yang tersusun apik di kawasan Malioboro. Pemandangan senja di simpang Tugu. Juga setiap keping cerita sederhana di Babarsari yang mengenalkanku akan kebersamaan.

Aku selalu mengenangnya dengan jelas.

Tapi selanjutnya, aku sadar. Aku menyadari bahwa aku tidak akan mungkin dapat menghabiskan waktuku berlama - lama di sini. Bukan di sini kampung halamanku.

Jadi kurasa, sudah saatnya aku untuk pulang ke tempat kelahiranku.

Sebelumnya aku tidak pernah berpikir jika perjalananku akan berakhir begini. Aku terlalu menikmati setiap bulir detik yang kuhabiskan di sana sehingga aku lupa jika suatu hari nanti aku harus kembali. Aku sudah terlalu lama jauh dari rumah, pikirku.

Namun, meskipun aku didera akan rasa kehilangan, aku tidak ingin berlarut - larut di dalam kesedihan. Memang perjalanan ini harus kuakhiri. Sebab aku ingat (juga pernah dengar) ... There's always a  goodbye between a hello.

Kurasa, itu memang benar.
Jadi, aku benar - benar telah memutuskan untuk kembali. Ke suatu tempat yang terlebih dahulu mengenalkanku pada kehangatan.






Yogyakarta, on my trip to Jakarta.
24 December 2012