Write. Anywhere. Anytime.

Selasa, 15 Januari 2013

Kematian dan Takdir

Mungkin.... Tidak banyak di antara kita yang menyadari betapa dekatnya nyawa kita dengan malaikat maut. Saking dekatnya, mungkin juga sedekat urat nadi kita sendiri. Atau dengan kata lain, kematian merupakan pilihan yang ditakdirkan bagi setiap makhluk hidup.


Setiap orang memiliki kisah dan cerita hidupnya masing - masing. Tidak bisa dijabarkan satu per satu, semua itu bermacam - macam. Dan apa yang hendak kukisahkan kali ini adalah sejumput cerita tentang seseorang yang hidupnya begitu dekat dengan kematian.

Dia adalah tetangga sebelah rumahku. (Nama disamarkan)

Sebelumnya, aku tidak akan pernah menyangka jika akan berakhir seperti ini. Terakhir aku melihatnya, ia masih baik - baik saja. Tidak ada tanda - tanda kelelahan hidup yang ia tampakkan. Semua masih berjalan dengan sempurna. Walaupun memang sesekali ia terserang penyakitnma yang lama. Dan kurasa, ia mampu menghadapinya.

Tapi, meski bukan pertama kali mengalami penderitaan yang demikian, takdir itu lebih memilih untuk membawanya pergi. Menjemput dirinya ke sebuah peristirahatan yang lebih tenang.

Terus terang, aku sangat menyayangkan kepergian dirinya. Walaupun aku bukan siapa - siapa, tapi...terlalu cepat baginya untuk bertemu dnegan kematian. Ia masih kecil, remaja pun belum. Ia adalah satu - satunya anak terkecil yang masih tersisa di sekitar orangtuanya. Ia bahkan belum mengetahui apa pun tentang apa yang harus ia pelajari. Tapi, kenapa takdir begitu ambisius menjemput jiwa dan raganya?

Aku menyesal pernah mencap dirinya sebagai sosok aneh di masa lalu. Kalau saja aku tidak pernah mengkalim dirinya sebagai anak nerdy dan weirdo, mungkin aku tidak akan pernah merasa kehilangan seperti ini. Aku pun ingin melihat dia tumbuh besar seperti anak - anak lain seusianya. Betapa malang dirinya karena pernah bergelut dengan penyakit yang ia derita.

Anak kecil itu... Masa depannya...

Bahkan, ketika kusaksikan peti mati yang teronggok di tengah rumahnya, hatiku begitu terenyuh, bagai disayat - sayat belati. Sudah pasti sang Ayah - Ibundanya dan orang - orang terdekatnya begitu kehilangan dan belum dapat mengikhlaskan kepergiannya.

Tapi, ah... Inilah namanya hidup.

Tidak ada siapa pun yang akan mengetahui tentang status nyawa seseorang atau diri kita sendiri. Tidak ada yang dapat menebak kapan jadwal malaikat akan merenggut nyawa kita, dan kapan kita akan berhenti bernapas di dunia.

Seperti yang kukatakan, setiap orang pun telah memiliki jatah hidupnya masing - masing. Dan itu semua dikendalikan oleh kuasan sang Pencipta.

Aku tidak memiliki bahasa terindah untuk menggambarkan perasaanku saat ini. Tapi, Tuhan... izinkan aku mengikhlaskan kepergian mendiang tetanggaku agar ia dapat beristirahat dengan tenang.

Kepada almarhum (-----------) ... selamat jalan. Semoga kamu dapat melanjutkan mimpi - mimpimu di dunia yang kamu pilih.
:")

Trial and Error

"Kegagalan adalah awal dari kesuksesan."

Seperti itu kata pepatah usang yang terkenal sejak dulu sebagai motivator pribadi. Mungkin jika diresapi lagi, ada benarnya juga kalimat tersebut. Ada juga yang bilang jika kegagalan adalah kembaran dari kesuksesan, bagai sepasang sisi koin yang saling berpasang - pasangan. Di setiap kesuksesan, pasti selalu diawali kegagalan.

Kemarin siang, sekitar pukul sebelas, seorang kurir jasa pengiriman paket tiba di muka rumahku. Kedatangannya serba tiba - tiba dan dadakan. Dimulai dari perhitungan waktu yang tidak diperkirakan, situasi yang serba amburadul, pokoknya tidak tepat.

Terdengar kurir tersebut memanggil namaku tepat di ambang pintu rumah sembari memandang satu kertas nota yang berada di tangannya. Tapi, ada satu yang menjadi perhatianku ketika ia mulai bersuara - menyebut namaku. Sesuatu itu adalah amplop - berkas berwarna oranye yang membuat seisi kepalaku dipenuhi dengan tanda tanya besar.... Apakah isi paket ini? Pertanda apakah kedatangan benda ini?

Macam - macam...

Usai proses serah -  menyerah barang seiring dengan memberikan tanda tangan, aku meraih paket tersebut. Tertera di muka kertas, alamat penerbit - jalan bla bla bla, kode pos bla bla bla, dan sebagainya. Praktis, rasa penasaran pun menyergap diriku. Aku pun segera beringsut pergi dan melangkah ke dalam kamar demi membunuh keingintahuan yang membuncah keras.

Setibanya aku di dalam kamar, aku segera menyobek setiap macam lapisan pembungkus paket. Tidak peduli seperti apa jenis sobekanku, aku sudah tidak sabar ingin mengintip isi paket tersebut. Degup jantung bertalu - talu semakin kencang. Lalu, terjawablah rasa penasaranku yang teramat besar.

Isinya.... Naskah lamaku, Best Thing I Ever Had.

Sebetulnya, aku tidak berkenan menceritakan apa yangterjadi dengan naskah tersebut. Tapi, aku akan menjabarkan beberapa garis besar yang kukutip dari kejadian itu.

Intinya, tidak ada penolakan besar - besaran untuk naskahku. Tidak ada pencecaran atau kata - kata yang menghujam perasaan. Sang penerbit dengan gamblang-nya (namun tetap menjaga kesopanan) menjelaskan hal - hal dan poin - poin apa saja yang harus kuperhatikan untuk memperbaiki tulisanku. Surat yang ditandatangani oleh sang redaktur itu sama sekali tidak menyinggung perasaanku. Justru secara tidak langsung, aku sungguh termotivasi akan pesan - pesan yang mereka sampaikan.

Aku sendiri menyadari jika tulisan yang kupersembahkan beberapa bulan silam itu amatlah buruk. Entah dari mana harus kuperjelasm aku sendiri merasa tidak ada selling point-nya sama sekali. Bahkan, sangat klasik dan tidak patut untuk kuserahkan kepada penerbit itu. Jalan cerita yang tidak menarik, tema yang tidak proporsional, dan penokohan yang tidak jelas. Aduh... Jujur aku sebenarnya malu. :(

Sebagai penulis naskah itu pun, aku merasa enggan untuk membacanya. Tidak tahu kenapa.

Memang sejak awal aku sudah memperkirakan hal ini akan terjadi. Jadi, aku sudah melakukan beberapa tindakan untuk mengantisipasi penolakan tersebut. Salah satunya, dengan merevisi tulisanku dari awal dan merombaknya menjadi anskah yang sempurna. Dan naskah tersebut telah kuserahkan kepada penerbit pada awal Desember lalu. Judulnya adalah Kita.

Secara singkat, cerita lamaku diperindah dan dimodifikasi menjadi sebuah tulisan yang rapi dengan bumbu - bumbu yang lebih menjual. Mungkin cukup berkembang dari tulisan sebelumnya.

Tapi, aku masih tidak  mengetahui seperti apa  keputusan yang akan kuterima pada akhirnya. Hanya saja, ada satu harapanku agar mereka dapat memberikan kesempatan untuk mempertimbangkan tulisan itu.

Aku berharap demikian.