semoga Tuhan memahami maksud ibadah saya kali ini.
source: pexels.com |
Monday, February 24th 2020.
Tak ada yang lebih menyejukkan selain air wudhu yang menyentuh setiap jengkal permukaan kulitmu di waktu sepertiga malam.
Belum genap pukul tiga ketika saya mengintip sebaris angka yang terpampang di layar ponsel. Saya mengenyahkan selimut yang merengkuh tubuh saya, bergegas meninggalkan kasur, lalu me-nonaktifkan alarm sebelum ia sempat berdering di malam buta. Dingin masih begitu kentara. Namun itu tak menyurutkan niat saya untuk melangkah menuju kamar mandi.
Di dalam ruang yang berukuran tidak lebih besar dari kamar saya itu, udara dingin justru semakin dominan. Barangkali karena di sekitar hanyalah air dan hening. Ditambah lagi suara hujan yang berjatuhan di atap kamar mandi. Saya tak ingin berlama-lama. Segera saja saya meraih gayung yang berisi air, lalu membasuhkannya ke masing-masing telapak tangan. Sejuk dan menenangkan.
Itulah rasa yang pertama kali saya tangkap saat air itu hinggap di sepanjang permukaan kulit saya.
Nyaris tak ada kata yang keluar dari mulut saya selain rapalan doa. Itu pun hanya sebatas bisikan yang hanya sanggup didengar oleh telinga saya sendiri. Saya kembali berjalan ke dalam kamar, menyiapkan peralatan ibadah yang biasa saya gunakan, seraya memanjat doa di dalam hati—semoga Tuhan memahami maksud ibadah saya kali ini.
Sajadah biru telah terbentang. Saya berdiri di atasnya. Dan untuk beberapa saat yang cukup lama, saya mengupayakan diri untuk melebur dalam kedamaian, melisankan sejumlah ayat suci dan beragam doa—yang lebih menyerupai suatu permintaan.
Wahai Tuhan…
Dengarkanlah harap ini:
luruskan jalan saya,
beri saya perlindungan,
anugerahi saya kemudahan,
munculkanlah keajaiban,
bimbing saya menuju kebenaran.
Tuhan itu Mahakaya, saya sering meyakinkan diri sendiri. Ia selalu mengamini setiap permintaan tulus yang dihaturkan umatnya. Seperti yang tertulis dalam salah satu surah, Berdoalah kepadaKu, niscaya akan Kuperkenankan bagimu. Lagi pula saya percaya bahwa setiap munajat yang baik akan selalu menemukan jalannya untuk menjadi nyata.
Usai ibadah itu, saya menuju dapur dan mempersiapkan sesuatu sebagai santapan sahur. Lampu ruang tengah dinyalakan terlebih dahulu. Lamat-lamat terdengar suara pengajian yang melantun dari kejauhan. Begitu merdu dan menenangkan. Saya meraih gelas kaca yang berisi air putih untuk membasahi tenggorokan saya yang sejak tadi terasa kering. Dalam hati saya berdoa, semoga ibadah puasa hari ini berjalan khidmat dan penuh berkah.
Di samping itu, ada banyak sekali urusan yang perlu saya tuntaskan pada hari ini. Dimulai dari menyingkirkan beberapa surel yang tak perlu, membuat ulasan buku yang telah dan sedang saya baca, mengambil kacamata di optik, menulis jurnal pagi yang hendak saya dokumentasikan ke dalam blog pribadi saya, dan beberapa keperluan kecil lain yang bersifat personal.
Saya harap semua agenda itu berjalan lancar sesuai keinginan.
Santap sahur telah tuntas. Kini saatnya saya mempersiapkan diri untuk memulai hari.