Write. Anywhere. Anytime.

Senin, 27 Januari 2014

Survive - Tentang Penantian Yang Tak Pernah Usai


Lihat aku di sini
Kau lukai hati dan perasaan ini
Tapi, entah mengapa
Aku bisa memberikan maaf padamu...

Kemilau lampu kota di sepanjang jalan Dago tampak begitu menyilaukan mata. Bunyi klakson kendaraan yang memekik dari arah luar seolah-olah ingin membuyarkan lamunan saya. Rama masih bersenandung di radio. Berada di dalam taksi Gemah Ripah ini semakin membuat leher saya serasa tercekik. Bukan karena pendingin udaranya, tapi karena sebuah lagu yang entah bagaimana -- seperti mengirimkan luka.

Arloji Casio di pergelangan tangan saya menunjukkan pukul sepuluh lebih dua puluh. Bandung belum mati. Masih ada kehidupan di saat-saat seperti ini. Tapi sekarang, saya benar-benar merasa sendiri. Keadaan di sekitar saya berubah sunyi.

Terkenang lagi akan tujuan utama saya ke kota ini. Saya sempat berjanji pada diri sendiri, termasuk pada orangtua saya untuk melakukan perubahan. Saya ingin hidup mandiri dan memulai segalanya lebih baik lagi. Teringat pula betapa besar pengorbanan mereka untuk merelakan kepergian saya. Melihat Bunda terisak dan sosok Papa yang tidak sanggup berbuat apa-apa. Mereka menaruh kepercayaan sekaligus harapan yang begitu besar kepada saya.

Pada saat yang sama, mata saya terasa begitu panas. Saya membayangkan betapa tololnya diri saya sewaktu berada di lapangan gasibu beberapa menit yang lalu. Saya duduk di sana sembari memandangi jalan raya yang dipenuhi sejumlah kendaraan yang sibuk berlalu-lalang. Tiga orang pengamen sedang mempersembahkan sebuah lagu dengan suara sumbang. Sedikit pun tidak menghibur.

Saya menengok ke layar ponsel, berharap lampu LED-nya berkelap-kelip dan memunculkan satu pesan dari seseorang. Namun, saya tidak mendapatkan apa-apa di dalam sana. Berkali-kali saya telah men-dial nomor teleponnya, tetap saja tidak ada jawaban. Saya sempat berpikir, mungkin dia sengaja menghindar supaya tidak berjumpa dengan saya.

Tapi, pada saat itu saya hanya diam dan tidak mau menyalahkan siapa pun. Satu hal yang pasti, saya harus menerima kekalahan saya dengan lapang dada. Berusaha meyakini diri sendiri bahwa akan ada hal baik yang terjadi di kemudian hari.

Taksi yang saya tumpangi baru saja melewati Hotel Bukit Dago. Sebentar lagi saya akan sampai di kamar - tempat di mana saya mengistirahatkan badan beserta pikiran. Setelah itu, mungkin saya akan memutuskan untuk pulang ke suatu tempat yang sebenarnya. Satu tempat yang saya sebut rumah..

Sementara itu, tembang Bertahan milik Rama masih terdengar di telinga ketika saya melangkah keluar taksi.

Meski kau terus sakiti aku
Cinta ini akan selalu memaafkan
Dan aku percaya nanti engkau mengerti bila cintaku takkan mati

Be First to Post Comment !
Posting Komentar